Hukum Makanan dan Minuman
MAKANAN DAN MINUMAN
Hukum Makanan dan Minuman.
Secara asal bahwa seluruh yang bermanfaat dan baik itu halal, dan secara asal bahwa segala yang mendatangkan mudhorot dan kejelekan itu haram. Segala jenis dari sesuatu itu pada dasarnya halal, kecuali apa yang telah ditetapkan akan larangan tentangnya, atau ketika terbukti bahwa padanya terdapat kerusakan yang nyata.
Segala sesuatu yang terdapat manfaat padanya untuk ruh dan badan dari makanan, minuman serta pakaian, seluruhnya telah dihalalkan oleh Allah Ta’ala, agar bisa dipergunakan untuk membantu hamba dalam melaksanakan keta’atan kepada Allah.
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ [البقرة: ١٦٨]
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” [Al-Baqarah/2: 168]
Setiap apa saja yang padanya terdapat mudhorot atau mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya, hal tersebut telah Allah haramkan. Allah telah menghalalkan untuk kita segala sesuatu yang baik dan mengharamkan untuk jkita segala sesuatu yang buruk, sebagaimana yang telah Allah kabarkan tentang Rasul-Nya kalau beliau itu:
يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ [الاعراف: ١٥٦]
“Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (Al-A’raaf: 157)
Makanan adalah penyalur gizi bagi manusia, hasilnya akan berpengaruh terhadap akhlak serta kepribadiannya, dengan demikian makanan yang baik akan berpengaruh baik pula terhadap manusia, sedangkan makanan yang buruk akan menjadi kebalikannya, oleh karena itu Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menkonsumsi makanan-makanan yang baik serta menjauhi yang buruk.
Pada dasarnya seluruh makanan dan minuman itu halal.
Setiap makanan ataupun minuman yang tidak mendatangkan mudhorot diperbolehkan, baik itu daging, biji-bijian, buah, madu, susu, kurma dan semisalnya.
Tidak halal segala sesuatu yang najis, seperti bangkai, darah mengalir, tidak pula yang padanya terdapat unsur merugikan, seperti racun, minuman keras, ganja, narkoba, tabagh, gath dan semisalnya; karena semua itu buruk dan merugikan badan, harta serta akal.
Menurut sunnah, apabila seorang Muslim berkunjung ketempat Muslim lainnya, kemudian dia menghidangkan makanan, hendaklah dia memakannya tanpa bertanya tentangnya, dan jika dihidangkan minuman hendaklah dia meminumnya tanpa bertanya tentangnya.
Orang yang sombong dengan penerimaan tamu, baik itu karena riya, ingin di dengar dan sombong diri hendaklah tidak di ijabahi undangannya dan tidak dimakan makanannya.
Kurma termasuk dari makanan yang memiliki gizi terbaik, rumah yang tidak terdapat padanya kurma berarti keluarganya kelaparan, karena dia sebagai pembenteng dari racun dan sihir, yang terbaik adalah kurma Madinah, terutama yang bernama ajwah.
عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلا سِحْرٌ». متفق عليه.
Berkata Sa’ad bin Abi Waqqosh Radhiyallahu anhu: telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah setiap pagi, maka pada hari tersebut dia tidak akan terpengaruh oleh racun dan sihir” Muttafaq Alaihi[1].
Kurma sebagai penguat bagi jantung, pelembut amarah, penurun tekanan darah, dia termasuk dari buah yang paling banyak memberikan gizi pada tubuh, kaya dengan glucose, memakannya dengan riiq bisa membunuh cacing, dia adalah buah, gizi, obat serta makanan ringan.
Barang siapa memakan kurma yang telah lama, hendaklah dia memeriksanya kemudian membuang ulatnya jika ada.
Binatang serta Burung yang diharamkan.
Dia adalah apa yang telah dinashkan oleh syari’at tentang buruknya, seperti keledai ternak dan babi, atau apa yang dinashkan berdasarkan jenisnya, seperti seluruh yang bertaring dari binatang buas dan seluruh yang bercakar dari burung, atau dia yang terkenal akan kekotorannya seperti tikus dan hewan-hewan kecil, atau dia yang kotornya berkala, seperti jalalah atau binatang yang makan makanan najis, atau binatang yang telah diperintahkan oleh syari’at untuk dibunuh, seperti ular dan kalajengking, atau dia yang dilarang untuk dibunuh, seperti burung beo, surod, katak, semut, tawon dan lainnya, atau dia yang terkenal suka memakan bangkai, seperti elang, burung bangkai, dan gagak, atau dia yang lahir dari perkawinan antara yang halal dan haram, seperti baghal, yaitu hasil dari kuda betina yang dijantani oleh himar, atau yang telah menjadi bangkai dan fasik, yaitu dia yang disembelih tanpa menyebut nama Allah sebelumnya, atau dia yang dilarang oleh syari’at untuk dimakan, seperti dia yang dihasilkan dengan cara mengambil tanpa idzin ataupun hasil curian.
Haram memakan setiap yang bertaring dari binatang buas, yang mana dia dipergunakan untuk menerkam, seperti singa, harimau, serigala, gajah, macan, anjing, babi, ibnu awi, kera, buaya, singa laut, qunfuz, monyet dan lainnya, kecuali biawak’, dia termasuk halal.
Haram memakan burung yang memiliki kuku tajam untuk berburu, seperti, bazi, elang, syahin, basyik, had’ah, burung hantu dan lainnya, diharamkan pula burung yang memakan bangkai serta sampah, seperti burung elang, gagak, burung bangkai, gagak, beo, hitof dan lainnya.
Binatang serta Burung yang halal.
Seluruh binatang yang hidup didaratan seluruhnya halal kecuali apa yang telah disebut diatas dan sejenisnya, dibolehkan untuk memakan binatang ternak, seperti: unta, sapi, kambing, diperbolehkan pula memakan keledai liar, kuda, doba’, biawak, sapi liar, kelinci, jerapah, serta seluruh binatang liar kecuali pemilik taring yang dipakai untuk berburu.
Seluruh jenis burung halal, kecuali apa yang telah disebut diatas dan sejenisnya. Diperbolehkan memakan ayam, itik, bajang, merpati, burung unta, burung emprit, burung dara, burung merak dan sejenisnya.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: نَهَى رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ. أخرجه مسلم.
Berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari seluruh binatang buas yang memiliki taring dan dari seluruh burung yang memiliki cakar” H.R Muslim[2].
Seluruh hewan yang tidak hidup kecuali di laut, seluruhnya mubah, baik itu yang kecil maupun besar, tanpa terkecuali seluruhnya halal, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
أُحِلَّ لَكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَحۡرِ وَطَعَامُهُۥ مَتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِلسَّيَّارَةِۖ [المائدة: ٩٦]
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan” [Al-Maaidah/5: 96]
Makanan yang diharamkan untuk dimakan.
قال الله تعالى وَلَا تَأۡكُلُواْ مِمَّا لَمۡ يُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقٞۗ [الانعام: ١٢١]
Allah Ta’ala berfirman “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan” [Al-An’am/6: 121]
قال الله تعالى ﴿ حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسۡتَقۡسِمُواْ بِٱلۡأَزۡلَٰمِۚ ذَٰلِكُمۡ فِسۡقٌۗ [المائدة: ٣]
Firman Allah Ta’ala : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan” [Al-Maaidah/5: 3]
Apa yang dipotong dari binatang ternak yang masih hidup, maka dia menjadi bangkai dan tidak boleh dimakan.
Bangkai dan darah yang mengalir seluruhnya haram dan tidak boleh dimakan, dikecualikan darinya apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sabdanya:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، أَمَّا المَيْتَتَانِ: فَالحُوتُ وَالجَرَادُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالكَبِدُ وَالطِّحَالُ». أخرجه أحمد وابن ماجه.
“Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, adapun kedua bangkai: ikan dan belalang, sedangkan kedua darah: hati dan ginjal” (H.R Ahmad dan Ibnu Majah)[3].
Seluruh jenis minyak serta gelatin yang dicampur kedalam makanan serta permen dan lainnya, jika dia berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka dia halal selama tidak tercampur dengan najis, apabila dia dari binatang yang diharamkan seperti babi dan bangkai, maka dia haram untuk dikuonsumsi, sedangkan jika berasal dari binatang yang mubah dan disembelih dengan cara yang syar’i dan tidak tercampur najis, maka dia halal.
Hukum memakan Jalalah.
Jalalah dari binatang ternak atau ayam dan sejenisnya adalah dia yang kebanyakan konsumsinya mengambil dari sesuatu yang najis, dia diharamkan untuk ditunggangi, dan haram pula untuk dimakan dagingnya, diminum susunya, dimakan telurnya, sampai dia dikurung dan diberi makan dari makanan yang bersih, sehingga diyakini akan kebersihannya.
Siapa yang berada dalam keadaan darurat untuk memakan suatu yang diharamkan, maka dia halal baginya, selain dari racun, tapi hanya untuk menutupi kebutuhannya saja.
قال الله تعالى إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۖ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٖ وَلَا عَادٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ [النحل: ١١٥]
Allah Ta’ala berfirman “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Baqarah/2: 173]
Ξ Hukum Khomer (Minuman keras)
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Nikah dan Permasalahan Terkait كتاب النكاح وتوابعه). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Alaihi, riwayat Bukhori no (5445), lafadz ini darinya dan Muslim no (2047).
[2] Muslim no (1934).
[3] Hadits shohih: Riwayat Ahmad no (5723), lafadz ini darinya, lihat As-silsilah asshohihah no (1118).Riwayat Ibnu Majah no (3218), shohih sunan ibnu majah no (2607).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/86162-hukum-makanan-dan-minuman.html